Muktamar PPP Ricuh di Ancol, Dualisme Klaim Ketum Pecah: Mardiono Tuding Ada Upaya Intervensi
PROLINK🌏News
JAKARTA, Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang diselenggarakan di Ancol, Jakarta Utara, pada Sabtu (27/9), berakhir dengan kericuhan parah yang menyebabkan sejumlah kader mengalami luka-luka. Lebih dari sekadar insiden kekerasan, forum musyawarah tertinggi partai berlambang Ka'bah ini kini menghadapi situasi pelik dualisme kepemimpinan, di mana dua tokoh, Muhamad Mardiono dan Agus Suparmanto, sama-sama mengklaim telah terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PPP periode 2025–2030.
Plt. Ketua Umum sebelumnya, Muhamad Mardiono, menanggapi kericuhan tersebut dengan menuding adanya upaya paksa dan intervensi dari pihak-pihak yang memiliki "kepentingan tersembunyi" dalam proses pemilihan Ketua Umum.
"Kita sudah tahu bahwa, mungkin rekan-rekan pers juga mendengarkan, bahwa sejak awal ya, sudah ada gelagat-gelagat yang, pihak-pihak lain, yang akan memaksakan kehendak dalam proses muktamar ini untuk kepentingan-kepentingan tertentu," ujar Mardiono kepada awak media seusai klaim kemenangannya di kawasan Ancol, Jakarta.
Mardiono secara tegas menunjuk bahwa sosok di balik kericuhan—yang melibatkan adu dorong hingga pelemparan kursi—adalah pihak yang berniat memaksakan kepentingannya di PPP. Insiden kekerasan ini bahkan memaksa aparat keamanan internal untuk turun tangan melerai, dan Mardiono menyebut pihaknya akan menempuh jalur hukum atas kericuhan tersebut.
Klaim Aklamasi Kontroversial dan Dualisme Pimpinan
Situasi paling kritis pasca-kericuhan adalah munculnya klaim kemenangan dari dua kubu yang berbeda, menunjukkan keretakan internal PPP yang kian meruncing:
1. Klaim Kemenangan Muhamad Mardiono
Kubu Mardiono, melalui Pimpinan Sidang Muktamar X Amir Uskara, menyatakan bahwa Mardiono telah sah terpilih secara aklamasi.
Dasar Klaim: Amir Uskara mengklaim penetapan aklamasi didukung oleh mayoritas Dewan Pimpinan Wilayah (DPW), dengan sekitar 80 persen suara menyetujui, dan palu sidang telah diketuk.
Respons Kericuhan: Pihak Mardiono bersikeras bahwa kericuhan dan insiden kekerasan terjadi setelah penetapan aklamasi, dan menudingnya sebagai upaya dari kelompok yang tidak puas untuk menggagalkan keputusan forum yang sah.
2. Klaim Kemenangan Agus Suparmanto
Sementara itu, kubu pendukung Menteri Perdagangan periode 2019-2020, Agus Suparmanto, juga mengumumkan hasil yang berbeda. Pimpinan Sidang Paripurna VII Qoyum Abdul Jabbar mengklaim bahwa Agus Suparmanto secara resmi ditetapkan sebagai Ketua Umum PPP secara aklamasi.
Dasar Klaim: Qoyum Abdul Jabbar menyatakan pemilihan Agus Suparmanto merupakan "kehendak Muktamar dan aspirasi Muktamirin".
Pembantahan Kubu Mardiono: Klaim ini dengan cepat dibantah oleh Wakil Sekretaris Jenderal PPP dari kubu Mardiono, Rapih Herdiansyah, yang menyebut penetapan Agus Suparmanto dilakukan oleh pimpinan sidang yang tidak sah, karena pimpinan sidang yang resmi telah menetapkan Mardiono.
Penolakan dari Internal Partai
Klaim kemenangan sepihak Mardiono juga menuai penolakan keras dari internal partai. Ketua Umum Majelis Pertimbangan DPP PPP, Muhammad Romahurmuziy (Rommy), membantah klaim kubu Mardiono.
"Adanya berita sekitar pukul 21.22 WIB (Sabtu, 27/9) yang menyebutkan bahwa Mardiono terpilih secara aklamasi adalah palsu, klaim sepihak, tidak bertanggungjawab, dan merupakan upaya memecah belah Partai Persatuan Pembangunan," tegas Rommy melalui keterangan tertulis.
Rommy bahkan menambahkan bahwa proses Muktamar masih berlangsung saat klaim Mardiono muncul, dan menyebut adanya hawa penolakan yang besar dari peserta forum sidang terhadap kepemimpinan Mardiono sejak pidato pembukaan.
Kontestasi ini bermula dari suasana yang sudah memanas, di mana selama pidato Mardiono, dua kubu yang saling berteriak: satu mendukung Mardiono dengan yel-yel "Lanjutkan!", sementara kubu lainnya menuntut regenerasi dengan teriakan "Perubahan!". Ketegangan inilah yang memuncak menjadi kekerasan fisik.
Tantangan ke Depan
Dengan adanya dua klaim kepemimpinan yang bertentangan dan kericuhan yang mencederai proses demokrasi internal, PPP kini dihadapkan pada potensi konflik internal berkepanjangan. Permasalahan krusial yang harus segera diselesaikan adalah siapa yang akan diakui secara legal dan administratif oleh pemerintah, yang akan menjadi kunci penyelesaian dualisme di partai politik. Kepemimpinan baru PPP, siapapun yang pada akhirnya diakui, akan menghadapi tantangan besar untuk menyatukan faksi-faksi yang terbelah demi membesarkan partai ke depan.***
Editor: Aspari AR





Komentar
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan Anda di situs resmi kami