Probolinggo Didera Kontroversi: Perda Pajak dan Retribusi Daerah MUI dan ANSOR Nilai Melegalkan Kembali Tempat Hiburan Malam

PROLINK🌏News



PROBOLINGGO – Pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama Pemerintah Kota Probolinggo memicu gelombang kritik dan polemik tajam di kalangan masyarakat. Aturan yang baru disahkan tersebut dinilai secara eksplisit memberikan ruang bagi tempat hiburan malam, termasuk rumah karaoke, untuk kembali beroperasi secara legal di Kota Probolinggo.

Pasal-pasal dalam Perda PDRD ini mencantumkan secara rinci jenis-jenis usaha hiburan tertentu sebagai subjek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), termasuk diskotek, karaoke, klub malam, dan bar. Pencantuman jenis-jenis usaha tersebut diyakini oleh banyak pihak sebagai indikasi kuat adanya "legalisasi terselubung" terhadap aktivitas hiburan malam yang selama ini dilarang atau dibatasi ketat.

Reaksi Keras dari Organisasi Keagamaan dan Masyarakat

Keputusan ini langsung menuai reaksi keras dari sejumlah organisasi masyarakat dan lembaga keagamaan di Kota Probolinggo. Dua di antaranya yang bersuara lantang adalah Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Probolinggo dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Probolinggo.

MUI Kota Probolinggo secara tegas menyatakan penolakan terhadap substansi Perda yang dianggap dapat merusak tatanan moral dan nilai-nilai agama masyarakat yang religius. Mereka menilai bahwa menarik pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor yang berpotensi menimbulkan kemaksiatan sama dengan melegalkan praktik amoral. Ketua MUI Kota Probolinggo, dalam pernyataan sikapnya, mendesak agar Pemkot dan DPRD meninjau ulang pasal-pasal kontroversial tersebut dan membuka ruang dialog publik yang lebih luas.

Senada dengan itu, GP Ansor Kota Probolinggo juga menyayangkan proses pembahasan Perda yang dinilai kurang melibatkan unsur masyarakat, khususnya ulama dan tokoh agama, sehingga terkesan mengabaikan aspek moralitas publik demi kepentingan pendapatan daerah. Mereka menuntut pemerintah daerah untuk memprioritaskan akhlak dan norma sosial di atas pertimbangan ekonomi jangka pendek.

Meskipun Perda ini secara umum mengatur berbagai jenis pajak dan retribusi daerah, sorotan utama tertuju pada klausul pajak hiburan yang dinilai berpotensi membuka pintu bagi tumbuhnya kembali bisnis hiburan malam di kota tersebut. Kontroversi ini kini menjadi isu sentral yang menuntut jawaban dan klarifikasi dari pihak eksekutif dan legislatif Kota Probolinggo.***


Editor: Aspari AR 










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kartu Pendalungan dan Bestari Resmi Dinyatakan Tidak Berlaku, Diganti Kartu Amanah

Tiga Nyawa Melayang dalam Kecelakaan Dua Motor di Probolinggo

SMPN 2 Makassar Diduga Jadi Sarang Pungli Seragam dan Calo SPDB,Ketua Pandawa Pattingalloang Desak Investigasi dan Melakukan Aksi Demonstrasi