DPRD Di Minta Undang Walikota Medan Terkait Tak Mampu Penuhi Kepastian Hak Perempuan dan Anak Korban Bencana

PROLINK🌏News Media



Korban Banjir Pertanyakan Posko Ramah Perempuan dan Anak

MEDAN - Rahmadsyah Kabid Media Ormas Islam PISN Kota Medan memnyoroti komitmen untuk melindungi anak dan perempuan dalam situasi bencana dan darurat banjir di Kota Medan.

Rahmadsyah mengatakan bahwa pada saat banjir di lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah Kecanatan Medan Petisah, Kota Medan, anak anaknya mengungsi karena tempat tinggal mereka terendam banjir, dirinya tidak menemukan Posko BPBD Kota Medan maupun menemukan Posko Ramah Perempuan dan Anak.

"Tak ada Posko Ramah Perempuan dan Anak ataupun Posko BPBD Kota Medan saat tempat tinggal anak anakku terendam banjir dan mereka harus mengungsi," ungkapnya Senin (1/12/2025)

Lanjut Rahmad mengatakan bahwa dengan tidak adanya Posko Ramah Perempuan dan Anak ataupun Posko BPBD Kota Medan bukti Pemko Medan tak peduli rakyatnya.

"Kami Minta Ketua DPRD Kota Medan sebagai fungsi pengawasan menggunakan hak Interpelasi dan bertanya kenapa tidak ada 
Posko Ramah Perempuan dan Anak ataupun Posko BPBD Kota Medan di lokasi titik banjir hingga saat ini," katamya.

Sebelumnya, berdasarkan Informasi yang di himpun awak media bahwa Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan DPR RI menyatakan komitmen untuk melindungi anak dan perempuan dalam situasi bencana dan darurat mengingat kerentanan menjadi korban kekerasan berbasis gender (KBG).

"Bencana bukan hanya ujian bagi infrastruktur, tetapi juga ujian bagi rasa kemanusiaan dan keadilan sosial kita. Oleh karena itu, membangun sistem penanggulangan bencana yang inklusif berarti memastikan perempuan dan anak tidak hanya menjadi penerima bantuan, tetapi juga subjek yang berdaya dan berperan aktif dalam pemulihan," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi dalam pernyataan diterima di Jakarta, Kamis.

Disampaikan usai Rapat Dengar Pendapat dengan Tim Pengawas Penanganan Kebencanaan DPR RI, Rabu (5/11), Menteri Arifah menyoroti perempuan dan anak dalam situasi darurat dan bencana rentan menjadi korban KBG, seperti diskriminasi, stereotip, subordinasi, marginalisasi, serta kekerasan fisik, psikis, maupun seksual.

Dia menyebut salah satu dampak bencana bagi kelompok rentan adalah meningkatnya risiko KBG selama masa darurat dan pasca darurat.

Contohnya di Sulawesi Tengah, ditemukan 67 kasus KBG pascagempa dan 70 kasus perkawinan anak pada periode Oktober 2018-Maret 2019.

Selain itu, terjadi tiga kasus pemerkosaan di pengungsian pascagempa di Padang, 97 kasus KBG pascatsunami di Aceh, 313 kasus selama pandemi COVID-19 dan pelecehan seksual terhadap anak yang terjadi dalam waktu satu pekan setelah gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pencegahan dan penanganan KBG dalam situasi bencana. Pasalnya, kerentanan perempuan dan anak dalam situasi darurat dan bencana terhadap KBG ibarat fenomena gunung es, yaitu kasus yang sesungguhnya jauh lebih banyak dibandingkan pelaporan.

"Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus bagi Anak, Kemen PPPA dimandatkan dalam tiga tugas perlindungan anak dalam situasi darurat bencana, yaitu pencegahan agar anak tidak menjadi korban tindak pidana atau sebagai akibat dari situasi darurat, pemenuhan kebutuhan dasar dan khusus anak yang terkoordinasi dengan Kementerian Sosial dan pendampingan secara terkoordinasi dengan pihak lain," tuturnya.

Dalam menindaklanjuti mandat tersebut, Kemen PPPA menetapkan Peraturan Menteri PPPA Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pelindungan Perempuan dan Anak dari Kekerasan Berbasis Gender dalam Penanggulangan Bencana sebagai revitalisasi peraturan yang sudah ada sebelumnya.

Tidak hanya itu, Kemen PPPA pun berkomitmen memperkuat pendekatan perlindungan berbasis gender dan pemenuhan hak anak di setiap tahapan penanganan bencana, mulai dari prabencana, tanggap darurat, hingga pemulihan pascabencana. 

Salah satu langkah yang diambil adalah mengaktivasi Pos Ramah Perempuan dan Anak yang berfungsi sebagai pusat pendataan terpilah perempuan dan anak, pusat dukungan psikososial, serta titik pengaduan bagi perempuan dan anak korban bencana.

Dalam kesempatan itu, Ketua Tim Pengawas Penanggulangan Bencana DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana alam. Menyoroti dampak dari bencana tidak hanya terbatas pada kerugian material.

"Tetapi juga mencakup kerugian non-material, seperti hilangnya nyawa manusia, trauma psikologis, dan terganggunya kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Bencana juga dapat memperburuk ketimpangan sosial dan menyebabkan kerentanan yang lebih besar terhadap kemiskinan dan ketidakadilan," jelas Cucun.

Lebih lanjut, Cucun menggarisbawahi pentingnya koordinasi lintas kementerian/lembaga dalam menghadapi potensi kebencanaan.

Menurut Cucun, diperlukan satu komando operasi terpadu yang jelas dan efektif yang mampu mengintegrasikan seluruh tahapan penanganan mulai dari prabencana, tanggap darurat, hingga rehabilitasi dan rekonstruksi.***

Editor: Aspari AR 
Sumber: Pitri NST Medan










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kartu Pendalungan dan Bestari Resmi Dinyatakan Tidak Berlaku, Diganti Kartu Amanah

Tiga Nyawa Melayang dalam Kecelakaan Dua Motor di Probolinggo

SMPN 2 Makassar Diduga Jadi Sarang Pungli Seragam dan Calo SPDB,Ketua Pandawa Pattingalloang Desak Investigasi dan Melakukan Aksi Demonstrasi