DPRD Kota Probolinggo Dorong Revisi Perda Ritel: Komisi I Temukan Kelemahan Krusial Pada Aturan Batas Jarak dan Jam Operasional
PROLINK🌏News Media
KOTA PROBOLINGGO - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Probolinggo menegaskan komitmen untuk segera merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2019 tentang Penataan dan Pembinaan Toko Swalayan, Pusat Perbelanjaan, dan Pasar Rakyat, menyusul hasil Rapat Koordinasi (Rakor) yang menemukan celah serius dalam implementasi regulasi tersebut.
Rapat yang digelar pada Kamis (4/12/2025) oleh Komisi I berfokus pada evaluasi dampak Perda terhadap keberlangsungan Pasar Rakyat dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal. Hasil evaluasi menunjukkan adanya ketidakpastian hukum yang dinilai merugikan pelaku usaha tradisional.
Terdapat kelemahan utama dalam ketiadaan aturan jarak yang Tegas, Ketua Komisi I DPRD Kota Probolinggo, Isah Junaidah, S.E. (Fraksi PDI Perjuangan), menyoroti secara khusus kelemahan pada aspek penentuan batas jarak. Menurutnya, Perda saat ini tidak mencantumkan ketentuan batas jarak secara jelas, baik antara toko swalayan dengan pasar rakyat maupun antar-sesama toko swalayan modern.
"Pelaksanaan Perda saat ini memerlukan pembenahan di sejumlah aspek. Sorotan utama kami adalah aturan mengenai batas jarak yang tidak dicantumkan secara jelas. Padahal, ketentuan sebelumnya pernah mensyaratkan jarak 100 hingga 1000 meter (1Km). Ketiadaan aturan tegas ini merupakan kealpaan yang harus segera diperbaiki dalam revisi Perda," tegas Isah Junaidah.
Beliau menambahkan bahwa tujuan revisi ini adalah menciptakan regulasi yang "benar-benar adil, saling menguntungkan," sehingga perkembangan ritel modern dapat berjalan harmonis dengan keberadaan pasar rakyat.
Sorotan lain mengenai Jam Operasional Swalayan Turut Jadi Isu Utama, Dukungan terhadap revisi Perda juga disampaikan oleh Sekretaris Komisi I DPRD Kota Probolinggo, Zainul Fatoni, S.H.I (Fraksi PPP). Selain masalah jarak, Fatoni menyebutkan bahwa aspek jam operasional toko swalayan juga menjadi keluhan utama yang berdampak langsung terhadap omzet pedagang kecil.
"Berdasarkan norma Perda Nomor 10 Tahun 2019, banyak implementasi di lapangan yang tidak sesuai, terutama menyangkut jarak antar-swalayan dan jarak swalayan dengan pasar rakyat. Selain itu, jam buka toko swalayan perlu dikaji ulang karena ini menyentuh langsung denyut nadi ekonomi pelaku usaha tradisional," ujar Zainul Fatoni.
Langkah selanjutnya mendorong Rapat Gabungan dan Perlindungan Pelaku Usaha Kecil, Sebagai tindak lanjut, Komisi I berencana segera menggelar Rapat Gabungan yang melibatkan seluruh pihak terkait, termasuk Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, termasuk Satpol PP sebagai Penegak Perda, untuk menyusun formulasi revisi yang komprehensif.
Fatoni menegaskan bahwa Komisi I siap mendorong pihak Eksekutif (Pemerintah Kota) untuk mengajukan usulan perubahan Perda secara formal kepada pihak Legislatif (DPRD) jika hasil evaluasi menunjukkan perlunya revisi.
"Kami berkomitmen bahwa norma baru yang akan kita susun harus mampu memberikan perlindungan lebih besar, terutama bagi masyarakat kecil dan pelaku usaha tradisional, guna memastikan keseimbangan antara pertumbuhan investasi ritel modern dan keberlangsungan ekonomi kerakyatan di Kota Probolinggo," tutup Fatoni.
Rapat koordinasi ini menandai langkah strategis DPRD Kota Probolinggo dalam menata sektor ritel agar tercipta iklim usaha yang tertib, berkeadilan, dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat.***
Editor: Aspari AR
Sumber: Liputan (Rakor) Komisi I DPRD Kota Probolinggo




Komentar
Posting Komentar
Terimakasih atas kunjungan Anda di situs resmi kami